[JAKARTA] Kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) semakin beragam. Bukan hanya melibatkan kontestan, tapi juga penyelenggara pemilu, dan bahkan pemerintah daerah (pemda). Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD mengatakan, semua pemilu diwarnai kecurangan. Namun, yang terjadi dalam pilkada kini adalah kecurangan model baru. Beberapa modus kecurangan Pilkada kreativitasnya meningkat dari waktu ke waktu.
"Semua pemilu pasti diwarnai kecurangan. Pemilu yang sah sekalipun ada kecurangannya," tutur Mahfud dalam seminar yang diselenggarakan MK, bertema Evaluasi Pemilihan Umum Kepala Daerah di Jakarta, Rabu (25/1). Disebutkan Mahfud, yang menarik adalah yang terjadi saat awal MK menangani perkara pemilu bahwa kecurangan lebih banyak dilakukan oleh kontestan. Tapi, dalam beberapa kasus terakhir maka melibatkan KPU.Caranya, misalnya KPU meloloskan calon yang sejak awal tidak memenuhi syarat atau calon yang pernah tersangkut masalah hukum. Di sisi lain, ada calon yang sengaja diloloskan untuk memecah suara. Atau, menjegal orang, dalam arti orang yang sebenarnya sudah memenuhi syarat, tapi justru dibuat menjadi tidak memenuhi syarat karena penyelenggara pemilu setempat menambah syarat baru.
Contoh kecurangan lain, diungkapkan Mahfud, terkait dengan calon perorangan. Karena harus memenuhi syarat pengumpulan KTP para pendukung, lalu yang dipakai cara memakai KTP-KTP nasabah milik suatu bank, yang kemudian dibuat daftar. "Cara kecurangan tidak hanya melibatkan orang yang bertanding atau kontestan, tapi juga aparat. Bahkan, dalam beberapa kasus ada yang melibatkan Panwaslu," ungkap Mahfud. Dikatakan, perlu dicari cara alternatif dan sekarang waktu yang pas, karena pemerintah dan DPR tengah memperbaiki UU Pemilu dan UU Pemda. Harus diperhatikan cara-cara agar tidak lagi ada orang yang ingin mengambil keuntungan dari proses pemilu.
Selain itu, Mahfud memaparkan bahwa dalam faktanya, Pilkada gagal menampilkan pemimpin yang bisa dipilih rakyat dengan pemimpin terbaik. Karena ternyata banyak kepala daerah terpilih yang kemudian masuk penjara karena terlibat kasus hukum, misalnya korupsi. Di sisi lain, sambungnya, muncul pragmatisme, di mana orang hanya mencari kemenangan dengan cara apapun. Termasuk dilakukan dengan menipu rakyat ataupun penyelenggara. "Lalu, muncul oligarki dan kecanduan kekuasaan. Kekuasaan ini mencandu, di mana orang sudah berkuasa, sudah selesai dua kali (periode kepemimpinan), tapi masih mau daftar lagi dengan berbagai cara. Kalau gagal, lantas istrinya yang masuk, atau anaknya yang masuk," sebut Mahfud.
Fenomena lain, dikemukakan, ketika ada perintah pemungutan suara ulang, maka ada permainan di tingkat pemda. Dalam hal ini, pemda tidak menurunkan anggaran dengan alasan tidak ada dananya. Namun, MK juga tidak kehabisan akal dan tetap mencari cara penyelesaiannya. [D-12]
http://www.suarapembaruan.com/home/ketua-mk-semua-pemilu-curang/16431
Tidak ada komentar:
Posting Komentar